Jakarta, wartamedia.id–Didorong oleh banyaknya orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ingin menyekolahkan anaknya di Sekolah Quantum Inti (SQI) Indonesia Cibubur, pendiri sekolah tersebut akhirnya serius membuat sekolah inklusi dan melengkapi berbagai fasilitas termasuk mendirikan Balai Harmoni.
“Jadi awalnya, kami hanya membuat pusat pertumbuhan dan pengembangan anak untuk mendukung sekolah inklusi. Saat itu, kami belum memiliki banyak terapis dan fasilitas yang mendukung,” sebut Dra Evianty Iswan MPd, CHt., CT., CTMR, CPS., CMEHt, direktur pendidikan SQI Indonesia Cibubur di sela soft opening Gedung Balai Harmoni di Jalan Swadaya III, Cimatis-Kalimanggis, Kel. Jatikarya, Kec. Jatisampurna, Cibubur, Sabtu (25/2/23) seperti keterangan pers yang disampaikan kepada Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Dikatakan, SQI Indonesia didirikan sejak 2007. Meski merupakan sekolah umum, namun ada banyak orang tua ABK yang ingin memasukkan anaknya ke sekolah ini karena sudah ditolak di banyak tempat.
Karena niatnya untuk berkontribusi di dunia pendidikan secara maksimal, meski dengan kondisi masih terbatas, murid ABK itu akhirnya diterima.
“Setelah 2014, setelah ada beberapa terapis dan dukungan fasilitas yang perlahan bertambah, kami secara resmi mengikrarkan dan membuka layanan untuk ABK,” beber Evianty.
Ia berharap, keberanian lembaga pendidikan itu dalam mendukung proses tumbuh kembang ABK, bisa semakin baik dengan dukungan program yang juga terpola dengan maksimal.
Untuk itu pula, pihaknya kemudian membuka Balai Harmoni, agar dukungan untuk ABK, serta kebutuhan lain di dalam pendidikan bisa lebih maksimal.
“Saat ini, semakin banyak orang tua yang memerlukan pendampingan di Balai Harmoni. Apalagi memang selama ini belum ada sekolah rumah tangga. Semoga Balai Harmoni, bisa menjadi sekolah rumah tangga yang baik, yang tidak hanya mendampingi anak, tapi juga mendampingi orang tua,” bebernya.
Salah satunya, Balai Harmoni memiliki program Mom Supporting Group alias MSG yang tujuannya, mengajak serta orang tua untuk mendiskusikan permasalahan yang terjadi antara ibu dengan pasangan serta ibu dengan dan putra-putrinya.
“Dalam forum itu, nantinya satu sama lain akan saling belajar dan saling memberikan pencerahan. Sehingga muncul pola saling mendukung,” ujarnya.
Dengan cara itu, orang tua akan selalu mendapatkan pengetahuan baru, dan bisa sama-sama berkembang dengan baik.
Melalui Balai Harmoni, Evianty berharap, turut membangun bangsa melalui komunitas dan keluarga yang peduli terhadap pendidikan anak.
“Sebab masih ada saja orang tua keliru mendidik anak, karena selama ini tidak ada sekolah rumah tangga. Sehingga kita perlu belajar untuk membenahi berbagai kekeliruan yang terjadi,”imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, masih ada pasangan belum paham bagaimana mengurus dan mendampingi anak, terutama anak berkebutuhan khusus. Ke depan, Indonesia memerlukan pemimpin dengan mental yang baik.
Hal itu bisa terjadi kalau anak-anak di masa sekarang tumbuh dengan pola asuh yang baik. Untuk itu, kedua orang tuanya di masa sekarang harus punya mental dan spiritual yang baik.
Sehingga mampu mendampingi putra putrinya untuk bisa hidup di Indonesia yang semakin maju, adil, sejahtera.
Nantinya, secara rutin akan digelar berbagai kegiatan di Balai Harmoni. Baik itu seminar, pelatihan dan berbagai kegiatan positif lainnya.
Dalam soft opening Balai Harmoni tersebut, digelar dua talkshow sekaligus. Pertama dengan tema Berdamai dengan Diri Sendiri.
Talkshow ini menghadirkan psikolog sekaligus hipnoterapis klinis, DR Dra Nilam Widyarini MSi Psikolog CCH yang menyampaikan materi bagaimana caranya agar seseorang bisa berdamai dengan diri sendiri.
Nilam yang juga ketua Program Magister Psikologi Sains dari Universitas Gunadarma Jakarta ini juga menyampaikan bagaimana sebaiknya memberikan respons saat menghadapi masalah.
Tiga pilihan ketika menghadapi masalah itu yakni fight, flight atau freeze.
“Kita bisa memiliki melawan, menghindar, atau hanya berdiam diri,” sebut Nilam.
Tak hanya itu, Nilam juga menyebutkan cara lain untuk mengendalikan stres menggunakan teori Shelley Taylor yakni Tend and Be Friend.
Dijelaskan, dalam kondisi stres wanita ada kecenderungan melindungi dan mengasuh anak dan yang lemah, serta kecenderungan menemukan koneksi sosial. Ini dominan pada rata-rata wanita karena, berkaitan dengan sekresi hormon oksitosin yang sangat penting.
“Efeknya sangat bagus untuk kesehatan jantung dan kecilnya risiko komorbid,”jelasnya.
Sementara itu, ustaz Arif Apriansyah S.EI menyampaikan, untuk berdamai dengan diri sendiri, maka salah satu cara adalah dengan mensyukuri musibah. Karena menurutnya, semua yang terjadi dalam kehidupan sejatinya adalah nasihat.
“Segala sesuatu adalah kebaikan. Baik itu musibah, yang tidak disenangi, atau tidak nyaman. Kalau sudah jadi takdir kita terima. Ikhlaskan, maafkan, pasrahkan pada Allah,” ujarnya.
Sementara, pada talkshow kedua menghadirkan Direktur Utama Balai Harmoni Amelia Hanifa Iswan MPsi, Psikolog, serta ada pula konselor sekaligus hipnoterapis klinis, Almira Rahma, S.Psi, CPC,.CHt. Keduanya menyampaikan materi tentang Relasi Orang Tua dan Anak.
“Kita adalah orang tua, dan sejatinya anak juga. Banyak artikel yang menyebutkan bagaimana relasi yang baik. Namun kondisi di lapangan tidak ideal. Itu terjadi dalam kondisi terus menerus,” sebut Amelia.
Menurutnya, orang tua juga perlu diberikan kasih sayang dan didengarkan keluh kesahnya, walaupun dia juga punya anak.
“Kondisi ini perlu diperbaiki agar tercipta relasi yang sehat. Yakni terjalinnya hubungan antara orang tua dan anak, hubungan saling percaya, saling menghargai, dan kebutuhan anak juga terpenuhi, kebutuhan orang tua juga terpenuhi,” bebernya.
Relasi yang baik, menurutnya bisa dilihat jika kedua pihak baik orang tua maupun anak merasakan dampak dari hubungan tersebut.
“Walau ini tidak mudah. Karena kebutuhan anak berbeda-beda. Tergantung usia. Sehingga orang tua harus selalu belajar mengenal anak,” imbuhnya.
Sedangkan Almira Rahma menyampaikan beberapa contoh kasus klien anak yang ia hadapi. Beberapa hal yang ia garis bawahi adalah, anak penurut dan tidak diberikan kesempatan untuk bicara, menjadikan anak tidak berani berbicara.
“Anak juga akan menjadi individu yang tidak mandiri. Padahal masa remaja adalah masa transisi yang seharusnya dijalani dengan baik. Anak harus didorong punya pandangan terhadap hidupnya sendiri,” urainya.
Almira menambahkan, penting bagi anak untuk belajar dari kegagalannya. “Tidak selamanya hidupnya lancar, itu juga harus dipersiapkan,” sambungnya.
Ia juga mengajak orang tua, tidak hanya sebagai orang tua, tapi sesekali menjadi teman. “Ini harus diperankan dengan baik,” tambahnya.
Baik Amelia maupun Almira menegaskan, pentingnya bagaimana berkomunikasi dengan anak. Salah satu cara untuk membuka komunikasi itu salah satunya bisa diawali dengan meminta maaf pada anak dengan tulus. (Ril/Red)