Muaraenim Sumsel–Aktivitas pengangkutan batubara yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal makin serius. Informasi yang dihimpun pengapalan batubara tersebut dilakukan pekan ini yang akan melintasi pelabuhan milik PT Energate Prima Indonesia (EPI).
Sayangnya, proses pengangkutan ini disebut menyalahi aturan sebab dilakukan di tengah sanksi yang menjerat perusahaan yang kerap bermasalah tersebut.
PT Musi Prima Coal diketahui mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkaitan dengan status pelabuhan yang berada di Desa Dangku, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Muara Enim
Selain itu, ada pula sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (LHP) Sumsel yang sampai sekarang juga belum diselesaikan. Bahkan setelah inspeksi yang dilakukan oleh tim dari Komisi IV DPRD Sumsel, sederet sanksi itu seolah tidak dipedulikan.
Perusahaan diketahui masih tetus melangsungkan aktivitas eksplorasi dan pengangkutan batubara meski di tengah sanksi sehingga dianggap mengangkangi aturan, bahkan kebijakan mulai dari Kabupaten, Provinsi sampai Kementerian.
Di sisi lain, setidaknya ada empat wilayah Desa di Muara Enim dan Prabumulih yang juga memprotes aktivitas perusahaan ini. Yaitu, Kelurahan Payu Putat dan Gunung Kemala, Prabumulih serta Desa Siku dan Desa Dangku Kabupaten Muara Enim. Mereka sempat menyetop aktivitas uji coba pelabuhan yang sedang dilakukan perusahaan. Kapal tongkang tanpa muatan yang sedang melakukan perjalanan bahkan diminta untuk menepi.
Salah seorang tokoh masyarakat di Kelurahan Payu Putat, Prabumulih, Zulkarnain mengatakan, protes yang dilakukan warga bukan tanpa alasan. Sebab, tanpa adanya aktivitas tongkang saja, sudah banyak wilayah di pinggir Sungai Lematang yang terkena abrasi. Apalagi jika nantinya rencana pengangkutan batubara menggunakan tongkang sudah berjalan.
“Kalau setiap hari dilintasi tongkang, pastinya gelombang air menjadi besar dan dapat merusak wilayah pinggiran sungai. Inilah yang kami khawatirkan,” katanya.
Menurutnya, aktivitas tongkang batubara sebenarnya sudah sempat berjalan sekitar dua tahun yang lalu. Namun, baru beroperasi enam bulan, aktivitas tongkang berhenti. “Sempat vakum sekitar dua tahun lalu. Tidak tahu kenapa. Tapi, sekarang mau mulai lagi. Ini yang kami protes,” ucapnya.
Dia menjelaskan, masyarakat yang dilintasi tongkang tersebut cukup terganggu. Sebab, masih banyak warga yang menggantungkan pendapatannya dari menangkap ikan di sungai.
“Nelayan saat ini sudah banyak kehilangan pendapatan. Akibat sungai yang tercemar. Kalau ditambah aktivitas tongkang lagi, maka mereka bisa benar-benar habis. Tidak ada ikan yang bisa ditangkap,” terangnya.
Kalaupun perusahaan tetap memaksakan rencananya, mereka meminta kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan dari aktivitas pengangkutan tongkang.
Informasi yang dihimpun berlanjutnya aktivitas pengangkutan batubara oleh perusahaan ini, setelah Musi Prima Coal mengantongi izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dinilai Kawali Sumsel salah prosedur dan sasaran.
Sebab dalam surat itu disebutkan kalau perusahaan telah memenuhi persetujuan lingkungan atau izin UKL-UPL, meskipun saat ini perusahaan juga tengah mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bernomor SK1502/MenLHK-PHLHK/PPSA/GKM-02/2022.
Sebelumnya diberitakan bahkan aktivis lingkungan Kawali Sumsel justru mempertanyakan ketegasan Pemerintah terhadap perusahaan tambang PT Musi Prima Coal.
Dari sejumlah Bupati yang telah menjabat, menurut Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah, tidak ada satupun Bupati yang mampu menyetop aktivitas perusahaan perusak lingkungan ini. (Ril/Red)